Minggu, 21 Desember 2008

BIOETIKA KEDOKTERAN

Kaidah dasar (prinsip) Etika / Bioetik adalah aksioma yang mempermudah penalaran etik. Prinsip-prinsip itu harus spesifik. Pada praktiknya, satu prinsip dapat dibersamakan dengan prinsip yang lain. Tetapi pada beberapa kasus, karena kondisi berbeda, satu prinsip menjadi lebih penting dan sah untuk digunakan dengan mengorbankan prinsip yang lain. Keadaan terakhir disebut dengan prima facie. Konsil Kedokteran Indonesia, dengan mengadopsi prinsip etika kedokteran barat, menetapkan bahwa, praktik kedokteran Indonesia mengacu kepada 4 kaidah dasar moral (sering disebut kaidah dasar etika kedokteran atau bioetika), juga prima facie dalam penerapan praktiknya secara skematis dalam gambar berikut :
Prima Facie ‘ilat yang sesuai
beneficence Autonomy
Non maleficence Justice
Gambar. empat kaidah dasar etika dalam praktik kedokteran, dengan prima facie sebagai judge; penentu kaidah dasar mana yang dipilih ketika berada dalam konteks tertentu (‘ilat) yang relevan.
a. Menghormati martabat manusia (respect for person/autonomy). Menghormati martabat manusia. Pertama, setiap individu (pasien) harus diperlakukan sebagai manusia yang memiliki otonomi (hak untuk menentukan nasib diri sendiri), dan kedua, setiap manusia yang otonominya berkurang atau hilang perlu mendapatkan perlindungan.
•Pandangan Kant : otonomi kehendak = otonomi moral yakni : kebebasan bertindak, memutuskan (memilih) dan menentukan diri sendiri sesuai dengan kesadaran terbaik bagi dirinya yang ditentukan sendiri tanpa hambatan, paksaan atau campur-tangan pihak luar (heteronomi), suatu motivasi dari dalam berdasar prinsip rasional atau self-legislation dari manusia.
•Pandangan J. Stuart Mill : otonomi tindakan/pemikiran = otonomi individu, yakni kemampuan melakukan pemikiran dan tindakan (merealisasikan keputusan dan kemampuan melaksanakannya), hak penentuan diri dari sisi pandang pribadi.
•Menghendaki, menyetujui, membenarkan, mendukung, membela, membiarkan pasien demi dirinya sendiri = otonom (sebagai mahluk bermartabat).
•Didewa-dewakan di Anglo-American yang individualismenya tinggi.
•Kaidah ikutannya ialah : Tell the truth, hormatilah hak privasi liyan, lindungi informasi konfidensial, mintalah consent untuk intervensi diri pasien; bila ditanya, bantulah membuat keputusan penting.
•Erat terkait dengan doktrin informed-consent, kompetensi (termasuk untuk kepentingan peradilan), penggunaan teknologi baru, dampak yang dimaksudkan (intended) atau dampak tak laik-bayang (foreseen effects), letting die.
b. Berbuat baik (beneficence). Selain menghormati martabat manusia, dokter juga harus mengusahakan agar pasien yang dirawatnya terjaga keadaan kesehatannya (patient welfare). Pengertian ”berbuat baik” diartikan bersikap ramah atau menolong, lebih dari sekedar memenuhi kewajiban.
Tindakan berbuat baik (beneficence)
• General beneficence :
o melindungi & mempertahankan hak yang lain
o mencegah terjadi kerugian pada yang lain,
o menghilangkan kondisi penyebab kerugian pada yang lain,
• Specific beneficence :
o menolong orang cacat,
o menyelamatkan orang dari bahaya.
•Mengutamakan kepentingan pasien
•Memandang pasien/keluarga/sesuatu tak hanya sejauh menguntungkan dokter/rumah sakit/pihak lain
•Maksimalisasi akibat baik (termasuk jumlahnya > akibat-buruk)
•Menjamin nilai pokok : “apa saja yang ada, pantas (elok) kita bersikap baik terhadapnya” (apalagi ada yg hidup).
c. Tidak berbuat yang merugikan (non-maleficence). Praktik Kedokteran haruslah memilih pengobatan yang paling kecil risikonya dan paling besar manfaatnya. Pernyataan kuno: first, do no harm, tetap berlaku dan harus diikuti.
•Sisi komplementer beneficence dari sudut pandang pasien, seperti :
•Tidak boleh berbuat jahat (evil) atau membuat derita (harm) pasien
•Minimalisasi akibat buruk
•Kewajiban dokter untuk menganut ini berdasarkan hal-hal :
- Pasien dalam keadaan amat berbahaya atau berisiko hilangnya sesuatu yang penting
- Dokter sanggup mencegah bahaya atau kehilangan tersebut
- Tindakan kedokteran tadi terbukti efektif
- Manfaat bagi pasien > kerugian dokter (hanya mengalami risiko minimal).
•Norma tunggal, isinya larangan.
d. Keadilan (justice). Perbedaan kedudukan sosial, tingkat ekonomi, pandangan politik, agama dan faham kepercayaan, kebangsaan dan kewarganegaraan, status perkawinan, serta perbedaan jender tidak boleh dan tidak dapat mengubah sikap dokter terhadap pasiennya. Tidak ada pertimbangan lain selain kesehatan pasien yang menjadi perhatian utama dokter.
•Treat similar cases in a similar way = justice within morality.
•Memberi perlakuan sama untuk setiap orang (keadilan sebagai fairness) yakni :
a. Memberi sumbangan relatif sama terhadap kebahagiaan diukur dari kebutuhan mereka (kesamaan sumbangan sesuai kebutuhan pasien yang memerlukan/membahagiakannya)
b. Menuntut pengorbanan relatif sama, diukur dengan kemampuan mereka (kesamaan beban sesuai dengan kemampuan pasien).
 Tujuan : Menjamin nilai tak berhingga setiap pasien sebagai mahluk berakal budi (bermartabat), khususnya : yang-hak dan yang-baik
•Jenis keadilan :
a. Komparatif (perbandingan antar kebutuhan penerima)
b. Distributif (membagi sumber) : kebajikan membagikan sumber-sumber kenikmatan dan beban bersama, dengan cara rata/merata, sesuai keselarasan sifat dan tingkat perbedaan jasmani-rohani; secara material kepada :
•Setiap orang andil yang sama
•Setiap orang sesuai dengan kebutuhannya
•Setiap orang sesuai upayanya.
•Setiap orang sesuai kontribusinya
•Setiap orang sesuai jasanya
•Setiap orang sesuai bursa pasar bebas
c. Sosial : kebajikan melaksanakan dan memberikan kemakmuran dan kesejahteraan bersama :
•Utilitarian : memaksimalkan kemanfaatan publik dengan strategi menekankan efisiensi social dan memaksimalkan nikmat/keuntungan bagi pasien.
•Libertarian : menekankan hak kemerdekaan social – ekonomi (mementingkan prosedur adil > hasil substantif/materiil).
•Komunitarian : mementingkan tradisi komunitas tertentu
•Egalitarian : kesamaan akses terhadap nikmat dalam hidup yang dianggap bernilai oleh setiap individu rasional (sering menerapkan criteria material kebutuhan dan kesamaan).
d. Hukum (umum) :
•Tukar menukar : kebajikan memberikan / mengembalikan hak-hak kepada yang berhak.
•pembagian sesuai dengan hukum (pengaturan untuk kedamaian hidup bersama) mencapai kesejahteraan umum.
Prima Facie : dalam kondisi atau konteks tertentu, seorang dokter harus melakukan pemilihan 1 kaidah dasar etik ter-”absah” sesuai konteksnya berdasarkan data atau situasi konkrit terabsah (dalam bahasa fiqh ’ilat yang sesuai). Inilah yang disebut pemilihan berdasarkan asas prima facie.
Norma dalam etika kedokteran (EK) :
•Merupakan norma moral yang hirarkinya lebih tinggi dari norma hukum dan norma sopan santun (pergaulan)
•Fakta fundamental hidup bersusila :
Etika mewajibkan dokter secara mutlak, namun sekaligus tidak memaksa. Jadi dokter tetap bebas,. Bisa menaati atau masa bodoh. Bila melanggar : insan kamil (kesadaran moral = suara hati)nya akan menegur sehingga timbul rasa bersalah, menyesal, tidak tenang.
Sifat Etika Kedokteran :
1. Etika khusus (tidak sepenuhnya sama dengan etika umum)
2. Etika sosial (kewajiban terhadap manusia lain / pasien).
3. Etika individual (kewajiban terhadap diri sendiri = selfimposed, zelfoplegging)
4. Etika normatif (mengacu ke deontologis, kewajiban ke arah norma-norma yang seringkali mendasar dan mengandung 4 sisi kewajiban = gesinnung yakni diri sendiri, umum, teman sejawat dan pasien/klien & masyarakat khusus lainnya)
5. Etika profesi (biasa):
•bagian etika sosial tentang kewajiban & tanggungjawab profesi
•bagian etika khusus yang mempertanyakan nilai-nilai, norma-norma/kewajiban-kewajiban dan keutamaan-keutamaan moral
•Sebagian isinya dilindungi hukum, misal hak kebebasan untuk menyimpan rahasia pasien/rahasia jabatan (verschoningsrecht)
•Hanya bisa dirumuskan berdasarkan pengetahuan & pengalaman profesi kedokteran.
•Untuk menjawab masalah yang dihadapi (bukan etika apriori); karena telah berabad-abad, yang-baik & yang-buruk tadi dituangkan dalam kode etik (sebagai kumpulan norma atau moralitas profesi)
•Isi : 2 norma pokok :
•sikap bertanggungjawab atas hasil pekerjaan dan dampak praktek profesi bagi orang lain;
•bersikap adil dan menghormati Hak Asasi Manusia (HAM).
6. Etika profesi luhur/mulia :
Isi : 2 norma etika profesi biasa ditambah dengan :
•Bebas pamrih (kepentingan pribadi dokter < style="">
•Ada idealisme : tekad untuk mempertahankan cita-cita luhur/etos profesi = l’esprit de corpse pour officium nobile
7. Ruang lingkup kesadaran etis : prihatin terhadap krisis moral akibat pengaruh teknologisasi dan komersialisasi dunia kedokteran.

PLAGIARISME

Kehidupan akademik memiliki track record yang amat panjang sebagai lingkungan yang memiliki aturan tersendiri, bersifat independent, dan tidak memihak. Nilai-nilai etika dan moral selayaknya mendominasi kehidupan akademik. Akademisi yang tidak memiliki standar etika dan moral akademik yang tinggi, dapat memanfaatkan lembaga pendidikan (tinggi) sebagai alat untuk manipulasi banyak hal.

Atas dasar alasan tersebut, akademisi diharamkan melakukan tindakan yang bertentangan dengan etika akademis. Pelanggaran terhadap etika akademis sering disebut sebagai scientific misconduct atau misconduct in science atau academic misconduct. Scientific misconduct atau lebih spesifik research misconduct diartikan sebagai “fabrikasi, falsifikasi, plagiarisme, atau praktik lain yang sangat menyimpang dalam pembuatan proposal, pelaksanaan, ataupun laporan penelitian.

Dalam jenjang studi sebelumnya, seorang mahasiswa mungkin diijinkan atau bahkan didorong untuk menggunakan karya orang lain tanpa memberikan pengakuan terhadap karya orang itu. Namun, dalam kebudayaan akademik, ada tradisi untuk menghormati hak pemilikan terhadap gagasan; yaitu bahwa gagasan dianggap sebagai properti intelektual. Karena itu, memberikan pengakuan terhadap gagasan orang lain yang diambil sebagai rujukan oleh mahasiswa adalah sangat penting.

Setiap saat mahasiswa menggunakan kata-kata dari penulis lain, mahasiswa harus menghargai penulis itu dengan cara menyebutkan karya yang perkataannya sudah diambil (baik dengan teknik pengutipan formal maupun informal). Bahkan, setiap kali mahasiswa menggunakan hanya ide dari penulis lain, atau melakukan parafrase terhadap gagasan penulis lain, mahasiswa harus menghargai penulis tersebut. Jika tidak, maka mahasiswa dapat dikatakan telah melakukan kejahatan akademik yang serius, yaitu plagiarisme. Plagiarisme adalah mencuri gagasan, kata-kata, kalimat atau hasil penelitian orang lain dan menyajikannya seolah-olah sebagai karya sendiri.

Plagiariasme dan berbagai bentuk kecurangan akademik dilarang di banyak universitas karena alasan sederhana bahwa kebenaran dalam ilmu pengetahuan tidak boleh dirusak, dan bagi banyak ilmuwan kebenaran inilah yang membuat seluruh pekerjaan ilmuwan menjadi berharga.

Kata Plagiarisme berasal dari Kata Latin Plagiarius yang berarti merampok, membajak. Plagiarisme merupakan tindakan pencurian atau kebohongan intelektual. Plagiarisme adalah tindakan menyerahkan (submitting) atau menyajikan (presenting) ide atau kata/kalimat orang lain tanpa menyebut sumbernya.

A. Plagiarisme Sebagai Bentuk Kecurangan Akademik

Kecurangan akademik (academic fraud) dapat mengambil berbagai bentuk. Bentuk yang paling umum adalah mencoba mencontek atau menggunakan kertas contekkan dalam ujian. Tetapi, meskipun plagiarisme juga dianggap sebagai bentuk kecurangan akademik, kedua konsep tersebut sering dipisahkan. Pengertian kecurangan meliputi tindakan sebagai berikut:

1. Menggunakan bantuan dalam ujian (kalkulator, handphone, buku, outline, catatan dsb) yang penggunaannya tidak mendapatkan ijin secara terbuka;

2. Mencoba membaca apa yang ditulis kandidat lain selama ujian, atau bertukar informasi di dalam atau di luar tempat ujian;

3. Menggunakan identitas orang lain selama ujian;

4. Memiliki soal ujian yang akan dikerjakan sebelum jadwal ujian dilaksanakan;

5. Memalsukan atau membuat-buat jawaban wawancara atau survei atau data riset.

Sedangkan plagiarisme meliputi tindakan sebagai berikut:

1. Menggunakan atau mengambil teks, data atau gagasan orang lain tanpa memberikan pengakuan terhadap sumber secara benar dan lengkap;

2. Menyajikan struktur, atau tubuh utama gagasan yang diambil dari sumber pihak ketiga sebagai gagasan atau karya sendiri bahkan meskipun referensi pada penulis lain dicantumkan;

3. Mengambil materi audio atau visual orang lain, atau materi test, sofware dan kode program tanpa menyebut sumber dan menampilkannya seolah-olah sebagai karyanya sendiri;

4. Tidak menunjukkan secara jelas dalam teks, misalnya dengan tanda kutipan atau penggunaan lay-out tertentu, bahwa kutipan literal atau yang mendekati literal dimasukkan dalam sebuah karya, bahkan meskipun rujukan yang benar terhadap sumber sudah dimasukkan;

5. Memparafrase (mengubah kalimat orang lain ke dalam susunan kalimat sendiri tanpa mengubah idenya) isi dari teks orang lain tanpa rujukan yang memadai terhadap sumber;

6. Menggunakan teks yang pernah dikumpulkan sebelumnya, atau menggunakan teks yang mirip dengan teks yang pernah dikumpulkan sebelumnya untuk tugas sebuah mata kuliah;

7. Mengambil karya sesama mahasiswa dan menjadikannya sebagai karya sendiri

8. Mengumpulkan paper yang dibuat dengan cara membeli atau membayar orang lain untuk membuatnya.

Definisi di atas tentu saja hanya mengatur kecurangan dan plagiarisme dalam situasi ujian atau test. Ini berarti bahwa definisi itu tidak berlaku untuk plagiarisme yang dilakukan ketika mahasiswa sedang membuat draft tulisan atau dokumen persiapan yang lain untuk tesis atau paper. Jika dosen mendeteksi adanya plagiarisme dalam tahap persiapan, maka sudah seharusnya dosen mengingatkan mahasiswa bahwa jika draft itu dikumpulkan sebagai teks yang definitif maka akan bisa terjadi masalah.

B. Jenis – Jenis Plagiarisme.

Sastroasmoro, (2005) dalam tulisannya menyatakan bahwa Jenis-jenis plagiarisme yang dapat ditemukan adalah :

a) Jenis plagiarisme berdasarkan aspek yang dicuri

1. Plagiarisme ide.

2. Plagiarisme isi (data penelitian).

3. Plagiarisme kata, kalimat, paragraph.

4. Plagiarisme total

b) Klasifikasi berdasarkan sengaja atau tidaknya plagiarisme

1. Plagiarisme yang disengaja

2. Plagiarisme yang tidak disengaja

c) Klafisikasi berdasarkan proporsi atau persentasi kata, kalimat, paragraf yang dibajak

1. Plagiarisme ringan : <30%

2. Plagiarisme sedang : 30-70%

3. Plagiarisme berat atau total : >70%

(angka-angka tersebut tentu dibuat secara arbitrer berdasarkan “kepantasan”, tanpa dasar kuantitatif yang definitif).

d) Berdasarkan pada pola plagiarisme:

1. Plagiarisme kata demi kata (word for word plagiarizing)

2. Plagiarisme mosaik

Selain itu masih dikenal pula istilah autoplagiarism atau self-plagiarism (vide infra)

1. Plagiarisme Ide.

Seringkali plagiarisme dihubungkan dengan karya tulis. Namun sebenarnya plagiarisme dapat berlaku pula untuk karya ilmiah dan seni seperti karya sastra, lagu, musik, tari, lukis, patun, film, drama, dan sebagainya. Dalam hal tersebut yang paling seringkali menonjol adalah plagiarisme ide. Dalam karya tulis ilmiah, plagiarisme ide sering dihubungkan dengan laporan hasil penelitian replikatif.

Penelitian Replikatif adalah penelitian yang secara garis besar mengulang penelitian orang lain, dengan maksud untuk menambah data, menguji hasil hipotesis, apakah hasil yang sudah ditemukan dalam suatu populasi berlaku pula untuk populasi lain, misalnya obat anti kejang X di populasi dewasa perlu dikonfirmasi lagi di populasi anak. Pernyataan bahwa penelitian yang dilaporkan merupakan replikasi dari penelitian sebelumnya harus dibuat secara ekplisit dengan rujukan yang akurat dalam bab pendahuluan. Bila ini tidak dilakukan maka peneliti dianggap melakukan plagiarisme ide, karena seolah-olah ide tersebut berasal darinya sendiri

2. Plagiarisme Isi (Data Penelitian)

Dalam pelaporan hasil penelitian, plagiarisme isi penelitian sekaligus juga merupakan fabrikasi dan atau falsifikasi data, karena peneliti tidak mempunyai data, atau datanya tidak seperti yang dikehendaki. Tindakan yang lebih banyak dilakukan adalah falsifikasi data; peneliti memiliki data sendiri, namun data tersebut tidak sesuai dengan yang diharapkan, lalu peneliti mengubahnya, dengan maksud agar hasil penelitian sesuai dengan yang direncanakan

3. Plagiarisme kata, Kalimat, Paragraf.

Seperti istilahnya, plagiarisme kata demi kata, merupakan plagiarisme yang paling mudah ditentukan. Jenis ini dapat merupakan sebagian kecil (kalimat), dapat satu paragraf, atau bahkan seluruh makalah (meskipun ditulis dalam bahasa lain).

4. Plagiarisme Mosaik

Plagiarisme yang dilakukan dengan menyambung, menggabungkan atau menyisipkan kata, frase, atau kalimat yang diambil dari orang lain dengan penulis lainnya tanpa memberi rujukan sehingga memberi kesan hal tersebut adalah kalimat asli penulis

5. Plagiarisme yang disengaja atau tidak disengaja.

Kedua jenis plagiarisme ini harus mendapatkan sanksi yang sama karena plagiarisme ini merupakan sesuatu yang universal, jadi ada atau tidaknya peraturan di suatu lembaga pendidikan tentang plagiarisme tidak membuat orang boleh melakukan plagiarisme

C. Cara Menghindarkan Plagiarisme

1. Bila menggunakan ide orang lain sebutkan sumbernya.

2. Bila menggunakan kata atau kalimat orang lain sebutkan sumbernya, dengan catatan:

a) Gunakan tanda kutip bila kata atau kalimat aslinya disalin secara utuh.

b) Tanda kutip tidak diperlukan bila kata atau kalimat telah diubah menjadi kalimat penulis sendiri tanpa mengubah artinya (telah dilakukan parafrase).

c) Mengubah satu atau beberapa kata dalam satu paragraf bukan merupakan parafrase karenanya tanda kutip perlu disertakan.

d) Parafrase tanpa menyebut sumbernya adalah plagiarisme.

3. Bila kita mengajukan makalah yang sudah pernah diajukan sebelumnya harus pula dinyatakan bahwa makalah sudah diajukan atau dipublikasi sebelumnya; bila tidak, maka dapat dianggap sebagai auto-plagiarism atau self-plagiarism.Jenis plagiarisme ini sebenarnya dapat dianggap “berkualifikasi ringan”, namun bila dimaksudkan atau kemudian dimanfaatkan untuk menambah kredit akademik dapat dianggap pelangaran etika akademik yang berat.

4. Baca ulang apa yang hendak dikutip secara cermat, singkirkan naskah asli, agar tidak terpengaruh untuk menggunakan kata-kata yang sama

5. Gunakan kata-kata dan ide sendiri dengan cara banyak berlatih merangkai kalimat, dengan demikian tulisan dan ide dapat lebih berkembang

6. Periksa dan baca kembali paraphrase yang telah dibuat, serta bandingkan dengan naskah asli agar yakin bahwa penggunaan kata-kata atau istilah dan informasiyang hendak disampaikan sudah tepat. (Indiana University 2004)

7. Dosen pembimbing atau pemberi tugas mencermati langkah penyusunan tulisan dan bila perlu meminta daftar atau copy dari tulisan yang dikutip oleh pengutip.

Contoh plagiarisme dan bukan plagiarisme :

Contoh I : Naskah Asli

Contoh II : Plagiat

Contoh III : Tidak Plagiat

Sampai saat ini BKKBN belum menyatakan metode operatif (termasuk VTP) sebagai program Nasional

Sampai sekarang BKKBN belum mencanangkan metode operatif (antara lain VTP) sebagai program Nasional

Dalam salah satu rekomendasi yang dikemukakan sebagai hasil Studi kasus VTP di Jawa Tengah dinyatakan bahwa Vasektomi Tanpa Pisau (VTP) belum dikategorikan sebagai program Nasional.

(Tanjung & Purnama,1990 : 24)

Dalam contoh 2, penulis mencoba menyusun kalimat sendiri dengan mengganti beberapa kata (kutipan tidak langsung). Pernyataan tersebut seakan-akan adalah miliknya sendiri, karena sumber asli tidak disebutkan. Contoh 3, penulis menerangkan sumber asli berikut pengarang, tahun dan halaman dimana rekomendasi tersebut berada.

Plagiarisme atau melakukan tindakan plagiat merupakan suatu pelanggaran yang serius dan dapat berakibat fatal. Tindakan tersebut merupakan pencurian terhadap karya intelektual orang lain. Di lingkungan Perguruan Tinggi, hal tersebut dianggap sebagai pelanggaran berat. Sejumlah sanksi harus dan telah dipersiapkan oleh pihak Perguruan Tinggi terhadap pelaku plagiarism.

D. Sanksi Terhadap Plagiarisme

Karena batas antara plagiarisme dan bukan plagiarisme kadang cukup kabur, seyogyanya setiap institusi pendidikan (khususnya perguruan tinggi) memiliki aturan, semacam Standard Operating Procedure (SOP) untuk penanganannya.

Pelanggaran akademik yang paling sering dilakukan adalah menyontek (cheating), dari cara yang konvensional sampai yang canggih dapat dimasukkan sebagai plagiarisme.\

Di banyak universitas disebut dengan jelas bahwa hukuman yang paling ringan bagi mereka yang melakukan plagiarisme adalah nilai E untuk mata kuliah yang bersangkutan. Hukuman yang makin berat adalah dicabutnya gelar yang sudah diterima (untuk mahasiswa yang telah lulus, dan diketahui melakukan plagiarisme pada laporan akhirnya), atau dikeluarkan dari institusi.

Plagiarisme adalah tindakan yang dapat diartikan sebagai pencurian ide atau hasil pemikiran dan tulisan orang lain yang digunakan dalam tulisan seolah-olah ide atau tulisan orang lain tersebut adalah ide atau hasil tulisannya sendiri, untuk keuntungannya sendiri sehingga merugikan orang lain baik materiil maupun non-materiil.

plagiarisme juga dianggap sebagai bentuk kecurangan akademik, walau begitu kedua konsep tersebut sering dipisahkan.

Terdapat beberapa jenis plagiarisme, baik berdasarkan aspek yang dicuri, sengaja atau tidaknya plagiarisme tersebut dilakukan, proporsi atau persentasi kata, kalimat, atau paragraf yang dibajak, serta berdasark pola plagiarisme tersebut.

Plagiarisme dapat dihindari dengan beberapa cara tertentu diantaranya dengan menyebutkan sumber dari ide, kata, atau pragraf yang kita ambil untuk membuat suatu tulisan ilmiah.

Sanksi bagi pelaku plagiarisme di universitas dapat berupa sanksi ringan dan sanksi berat, sesuai dengan bentuk tindakan plagiarisme yang dilakukan. Sanksi ringan dapat berupa perolehan nilai E sesuai dengan mata kuliah yang bersangkutan, sedangkan sanksi beratnya adalah dicabutnya gelar yang sudah diterima (untuk mahasiswa yang telah lulus, dan diketahui melakukan plagiarisme pada laporan akhirnya), atau dikeluarkan dari institusi.