Sabtu, 20 Maret 2010

SANITASI LINGKUNGAN

Definisi Sanitasi Lingkungan

Sanitasi lingkungan adalah Status kesehatan suatu lingkungan yang mencakup perumahan, pembuangan kotoran, penyediaan air bersih dan sebaginya (Notoadmojo, 2003).

Rumah

Rumah adalah salah satu persyaratan pokok bagi kehidupan manusia. Rumah atau tempat tinggal manusia, dari zaman ke zaman mengalami perubahan. Pada zaman purba manusia bertempat tinggal digua-gua, kemudian berkembang, dengan mendirikan rumah tempat tinggal di hutan-hutan dan dibawah pohon. Sampai pada abad modern ini manusia sudah membangun rumah (tempat tinggalnya) bertingkat dan diperlengkapi dengan peralatan yang serba modern.sejak zaman dahulu pula manusia telah mencoba mendesain rumahnya, dengan ide mereka masing-masing yang dengan sendirinya berdasarkan kebudayaan masyarakat setempat dan membangun rumah mereka dengan bahan yang ada setempat (lokal material) pula. Setelah manusia memasuki abad modern ini meskipun rumah mereka dibangun dengan bukan bahan-bahan setempat tetapi kadang-kadang desainya masih mewarisi kebudayaan generasi sebelumnya (Notoadmojo, 2003).

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam membangun suatu rumah :

1. Faktor lingkungan, baik lingkungan fisik, biologis maupun lingkungan sosial. Maksudnya membangun suatu rumah harus memperhatikan tempat dimana rumah itu didirikan. Di pegunungan ataukah di tepi pantai, di desa ataukah di kota, di daerah dingin ataukah di daerah panas, di daerah pegunungan dekat gunung berapi (daerah gempa) atau di daerah bebas gempa dan sebagainya. Rumah didaerah pedesaan, sudah barang tentu disesuaikan kondisi sosial budaya pedesaaan, misalnya bahanya, bentuknya, menghadapnya, danlain sebagainya. Rumah didaerah gempa harus dibuat dengan bahan-bahan yang ringan namun harus kokoh, rumah didekat hutan harus dibuat sedemikian rupa sehingga aman terhadap serangan-serangan binatang buas.

2. Tingkat kemampuan ekonomi masyarakat

Hal ini dimaksudkan rumah dibangun berdasarkan kemampuan keuangan penghuninya, untuk itu maka bahan-bahan setempat yang murah misal bambu, kayu atap rumbia dan sebagainya adalah merupakan bahan-bahan pokok pembuatan rumah. Perlu dicatat bahwa mendirikan rumah adalah bukan sekadar berdiripada saat itu saja, namun diperlukan pemeliharaan seterusnya (Notoadmojo, 2003).


Syarat-syarat rumah yang sehat :

1. Bahan bangunan

a. lantai : Ubin atau semen adalah baik, namun tidak cocok untuk kondisi ekonomi pedesaan. Lantai kayu sering terdapat pada rumah-rumah orang yang mampu di pedesaan, dan inipun mahal. Oleh karena itu, untuk lantai rumah pedesaan cukuplah tanah biasa yang dipadatkan. Syarat yang penting disini adalah tdak berdebu pada musim kemarau dan tidak basah pada musim hujan. Untuk memperoleh lantai tanah yang padat (tidak berdebu) dapat ditempuh dengan menyiram air kemudian dipadatkan dengan benda-benda yang berat, dan dilakukan berkali-kali. Lantai yang basah dan berdebu merupakan sarang penyakit.

b. Dinding : Tembok adalah baik, namun disamping mahal tembok sebenarnya kurang cocok untuk daerah tropis, lebih-lebih bila ventilasinya tidak cukup. Dinding rumah di daerah tropis khususnya di pedesaan lebih baik dinding atau papan. Sebab meskipun jendela tidak cukup, maka lubang-lubang pada dinding atau papan tersebut dapat merupakan ventilasi, dan dapat menambah penerangan alamiah.

c. Atap Genteng : Atap genteng adalah umum dipakai baik di daerah perkotaan maupun pedesaan. Disamping atap genteng cocok untuk daerah tropis, juga dapat terjangkau oleh masyarakat dan bahkan masyarakat dapat membuatnya sendiri. Namun demikian, banyak masyarakat pedesaan yang tidak mampu untuk itu, maka atap daun rumbai atau daun kelapa pun dapat dipertahankan. Atap seng ataupun asbes tidak cocok untuk rumah pedesaan, di samping mahal juga menimbulkan suhu panas didalam rumah.

d. Lain-lain (tiang, kaso dan reng)

Katu untuk tiang, bambu untuk kaso dan reng adalah umum di pedesaan. Menurut pengalaman bahan-bahan ini tahan lama. Tapi perlu diperhatikan bahwa lubang-lubang bambu merupakan sarang tikus yang baik. Untuk menghindari ini cara memotongnya barus menurut ruas-ruas bambu tersebut, maka lubang pada ujung-ujung bambu yang digunakan untuk kaso tersebut ditutup dengan kayu.

2. Ventilasi

Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk menjaga agar aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan O2 yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan O2 didalam rumah yang berarti kadar CO2 yang bersifat racun bagi penghuninya menjadi meningkat.disamping itu tidak cukupnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban udara didalam ruangan naik karena terjadinya proses penguapan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ini akan merupakan media yang baik untuk bakteri-bakteri, patogen (bakteri-bakteri penyebab penyakit.)

Funsi kedua daripada ventilasi adalah untuk membebaskan udara ruangan-ruangan dari bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen, karena disitu selalu terjadi aliran udara yang terus-menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir. Fungsi lainya adalah untuk menjaga agar ruangan selalu tetap didalam kelembaban (humuduty) yang optium.

Ada 2 macam ventilasi, yakni :

a) Fungsi kedua dari pada ventaliasi adalah untuk membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen, karena disitu selalu terjadi aliran udara dan sebagainya. Di pihak lain ventilasi alamiah ini tidak menguntungkan, karena merupakan jalan masuknya nyamuk dan serangga lainya ke dalam rumah. Untuk itu harus ada usaha-usaha lain untuk melindung kita dari gigitan-gigitan nyamuk tersebut.

b) Ventilasi buatan, yaitu dengan mempergunakan alat-alat khusus untuk mengalirkan udara tersebut, misalnya kipas angin, dan mesin penghisap udara. Tetapi jelas alat ini tidak cocok dengan kondisi rumah di pedesaan.

Perlu diperhatika disinni bahwa sistem pembuatan ventilasi harus dijaga agar udara tidak berhenti atau membalik lagi, harus mengalir. Artinya di dalam ruangan rumah harus ada jalan masuk dan keluarnya udara.

3. Cahaya

Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, tidak kurang dan tidak terlalu banyak. Kurangnya cahaya yang masuk kedalam ruangan rumah, terutama cahaya matahari di samping kurang nyaman, juga merupakan media atau tempat yang baik untuk hidup dan berkembangnya bibit-bibit penyakit. Sebaliknya terlalu banyak cahaya didalam rumah akan menyebabkan silau, dam akhirnya dapat merusakan mata. Cahaya dapat dibedakan menjadi 2, yakni :

a) Cahaya alamiah, yakni matahari. Cahaya matahari ini sangat penting, karena dapat membunuh bakteri-bakteri patogen di dalam rumah, misalnya baksil TBC. Oleh karena itu, rumah yang sehat harus mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup. Seyogyanya jalan masuk cahaya (jendela) luasnya sekurang-kurangnya 15% sampai 20% dari luas lantai yang terdapat didalam ruangan rumah. Perlu diperhatikan di dalam membuat jendela diusahakan agar sinar matahari dapat langsung masuk ke dalam ruangan, tidak terhalang oleh bangunan lain. Fungsi jendela disini, disamping sebagai ventilasi, juga sebagai jalan masuk cahaya.

Lokasi penempatan jendela pun harus diperhatikan dan dusahakan agar sinar matahari lama menyinari lantai (bukan menyinari dinding). Maka sebaiknya jendela itu harus di tengah-tenan tinggi dinding (tembok).

Jaln masuknya cahaya ilmiah juga diusahakan dengan geneng kaca. Genteng kaca pun dapat dibuat secra sederhana, yakni dengan melubangi genteng biasa waktu pembuatanya kemudian menutupnya dengan pecahan kaca.

b) Cahaya buatan, yaitu menggunakan sumber cahaya yang bukan alamiah, seperti lampu minyak tanah, listrik, api dan sebagainya.

4. Luas bangunan rumah

Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di dalamnya, artinya luas lanai bangunan tersebut harus disesuaikan dengan jumlah penghuninya. Luas bangunan yang tidak sebanding dengan jumlah penghuninya akan menyebabkan perjubelan (overcrowded). Hal ini tidak sehat, sebab di samping menyebabkan kurangnya konsumsi O2 juga bila salah satu anggota keluarga terkene penyakit infeksi, akan mudah menular kepada anggota keluarga yang lain. Luas bangunan yang optimum adalah apabila dapat menyediakan 2,5 – 3 m2 untuk tiap orang (tiap anggota keluarga).

5. Fasilitas-fasilitas didalam rumah sehat

Rumah yang sehat harus mempunyai fasilitas-fasilitas sebagai berikut:

a. Penyediaan air bersih yang cukup

b. Pembuangan Tinja

c. Pembuangan air limbah (air bekas)

d. Pembuangan sampah

e. Fasilitas dapur ruang berkumpul keluarga

Untuk rumah di pedesaan lebih cocok adanya serambi (serambi muka atau belakang).

Disamping fasilitas-fasilitas tersebut, ada fasilitas lain yang perlu diadakan tersendiri untuk rumah pedesaan, yakni:

a) Gudang, tempat menyimpan hasil panen. Gudang ini dapat merupakan bagian dari rumah tempat tinggal tersebut, atau bangunan tersendiri.

b) Kandang ternak. Oleh karena kandang ternak adalah merupakan bagian hidup dari petani, maka kadang-kadang ternak tersebut ditaruh di dalam rumah. Hal ini tidak sehat, karena ternak kadang-kadang merupakan sumber penyakit pula. Maka sebaiknya demi kesehatan, ternak harus terpisah dari rumah tinggal, atau dibikinkan kandang sendiri (Notoadmojo, 2003).

Sistem Pembuangan

Air limbah atau air buangan adalah sisa air yang dibuang yang berasal dari rumah tangga, industri maupun tempat-tempat umum lainya, dan pada umumnya mengandung bahan-bahan atau zat-zat yang dapat membahayakan bagi kesehatan manusia serta mengganggu lingkungan hidup. Batasan lain mengatakan bahwa air limbah adalah kombinasi dari cairan dan sampah cair yang berasal dari daerah pemukiman, perdagangan, perkantoran dan industri, bersama-sama dengan air tanah, air permukaan dan air hujan yang mungkin ada (Haryoto Kusnoputranto, 1985).

Dari batasan tersebut dapat disimpulkan bahwa air buangan adalah air yang tersisa dari kegiatan manusia, baik kegiatan rumah tangga maupun kegiatan lain seperti industri, perhotelan, dan sebagainya. Meskipun merupakan air sisa, namun volumenya besar, karena lebih kurang 80% dari air yang digunakan bagi kegiatan-kegiatan manusia sehari-hari tersebut dibuang lagi dalam bentuk yang sudah kotor (tercemar). Selanjutnya air limbah ini akhirnya akan mengalir ke sungai dan laut dan akan digunakan oleh manusia lagi. Oleh sebab itu, air buangan ini harus dikelola atau diolah secara baik.

Air limbah ini berasal dari berbagai sumber, secara garis besar dapat dikelompokan sebagai berikut :

1. Air buangan yang bersumber dari rumah tangga (domestic wastes water), yaitu air limbah yang berasal dari pemukiman penduduk. Pada umumnya air limbah ini terdiri dari ekskreta (tinja dan air seni), air bekas cucian dapur dan kamar mandi, dan umumnya terdiri dari bahan-bahan organic.

2. Air buangan industri (industrial wastes water), yang berasal dari berbagai jenis industri akibat proses produksi. Zat-zat yang tergantung di dalamnya sangat bervariasi sesuai dengan bahan baku yang dipakai oleh masing-masing industri, antara lain : nitrogen, logam berat, zat pelarut dan sebagainya. Oleh sebab itu pengolahan jenis air limbah ini, agar tidak menimbulkan polusi lingkungan memnjadi rumit.

3. Air buangan kotapraja (municipal wastes water), yaitu air buangan yang berasal dari daerah : perkantoran, perdagangan, hotel, restoran, tempat-tempat ibadah, dan sebagainya. Pada umumnya zat-zat yang terkandung dalam jenis air limbah ini sama dengan air limbah rumah tangga.

Karakteristik air limbah perlu dikenal, karena hal ini akan menentukan cara pengolahan yang tepat, sehingga tidak mencemari lingkungan hidup. Secara garis besar karakteristik air limbah ini digolongkan menjadi sebagai berikut:

1. Karakteristik fisik

Sebagian besar terdiri dari air dan sebagian kecil terdiri dari bahan-bahan padat dan suspensi. Terutama air limbah rumah tangga, biasanya berwarna suram seperti larutan sabun, sedikit berbau. Kadang-kadang mengandung sisa-sisa kertas, berwarna bekas cucian beras dan sayur, bagian-bagian tinja, dan sebagainya.

2. Karakter kimiawi

Biasanya air buangan ini mengandung campuran zat-zat kimia anorganik yang berasal dari air bersih serta bermacam-macam zat organik berasal dari penguraian tinja, urine dan sampah-sampah lainya. Oleh sebab itu, pada umumnya bersifat basah pada waktu masih baru, dan cenderung ke asam apabila sudah memulai membusuk. Substansi organic dalam air buangan terdiri dari dua gabungan, yakni :

a. Gabungan yang mengandung nitrogen, misalnya: urea, protein, amine, dan asam amino.

b. Gabungan yang tak mengandung nitrogen, misalnya: lemak, sabun, dan karbuhidrat, termasuk selulosa.

3. Karakteristik bakteriologis

Kandungan bakteri pathogen serta organisme golongan coli terdapat juga dalam air limbah tergantung darimana sumbernya, namun keduanya tidak berperan dalam proses pengolahan air buangan.

Sesuai dengan zat-zat yang terkandung di dalam air limbah ini, maka air limbah yang tidak diolah terlebih dahulu akan menyebabkan berbagai gangguan kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup antara lain :

a. menjadi transmisi atau media penyebaran berbagai penyakit, terutama: kholera, typhus abdominalis, desentri baciler.

b. Menjadi media berkembang biaknya mikroorganisme pathogen.

c. Menjadi temoat-tempat berkembang biaknya nyamuk atau tempat hidup larva nyamuk.

d. Menimbulkan bau yang tidak enak serta pandangan yang tidak sedap.

e. Merupakan sumber pencemaran air permukaan, tanah, dan lingkungan hidup lainya.

f. Mengurangi produktivitas manusia, karena orang bekerja dengan tidak nyaman, dan sebagainya.

Pegolahan air limbah dimaksudkan untuk melindungi lingkungan hidup terhadap pencemaran air limbah tersebut. Secara ilmiah sebenarnya lingkungan mempunyai daya dukung yang cukup besar terhadap gangguan yang timbul karena pencemaraan air limbah tersebut. Namun demikian, alam tersebut mempunyai kemampuan yang terbatas dalam daya dukungnya, sehingga air limbah perlu dibuang.

Beberapa cara sederhana pengolahan air buangan antara lain sebagai berikut :

1. Pengeceran (dilution)

Air limbah diencerkan sampai mencapai konsentrasi yang cukup rendah, kemudian baru dibuang ke badan-badan air. Tetapi, dengan makin bertambahnya penduduk, yang berarti makin meningkatnya kegiatan manusia, maka jumlah air limbah yang harus dibuang terlalu banyak, dan diperluka air pengenceran terlalu banyak pula, maka cara ini tidak dapat dipertahankan lagi. Disamping itu, cara ini menimbulkan kerugian lain, diantaranya : bahaya kontaminasi terhadap badan-badan air masih tetap ada, pengendapan yang akhirnya menimbulkan pendangkalan terhadap badan-badan air, seperti selokan, sungai, danau, dan sebagainya. Selanjutnnya dapat menimbulkan banjir.

2. Kolam Oksidasi (Oxidation ponds)

Pada prinsipnya cara pengolahan ini adalah pemanfaatan sinar matahari, ganggang (algae), bakteri dan oksigen dalam proses pembersihan alamiah. Air limbah dialirkan kedalam kolam berbentuk segi empat dengan kedalaman antara 1-2 meter. Dinding dan dasar kolam tidak perlu diberi lapisan apapun. Lokasi kolam harus jauh dari daerah pemukiman, dan didaerah yang terbuka, sehingga memungkinkan memungkinkan sirkulasi angin dengan baik.

3. Irigasi

Air limbah dialirkan ke parit-parit terbuka yang digali, dan air akan merembes masuk kedalam tanah melalui dasar dan dindindg parit tersebut. Dalam keadaan tertentu air buangan dapat digunakan untuk pengairan ladang pertanian atau perkebunan dan sekaligus berfungsi untuk pemupukan. Hal ini terutama dapat dilakukan untuk air limbah dari rumah tangga, perusahaan susu sapi, rumah potong hewan, damn lain-lainya dimana kandungan zat-zat organik dan protein cukup tinggi yang diperlukan oleh tanam-tanaman.

KONSEP BLUM

Menurut Henry L Blum sehat dipengaruhi oleh beberapa hal,
  1. Lingkungan
  2. Gaya hidup
  3. Pelayanan kesehatan
  4. Populasi
Keempat faktor itu saling keterkaitan oleh faktor yang lain seperti yang ada pada diagram diatas.

Lingkungan sendiri berhubungan dengan SDA dan keseimbangan ekonomi,
maksudnya ialah dalam lingkungan tidak terlepas oleh dua faktor tersebut. Jika terjadi bencana alam maka SDA/lingkungan ikut rusak, jika banyak akan banyak juga fasilitas hidup ini yang rusak/tidak dapat dipergunakan secara tepat. Misalnya saja saat terjadi tanah longsor maka bukan hanya bangunan yang banyak rusak akan tetapi juga mengakibatkan masyarakat sulit untuk mendapat air bersih, karena daerah yang terkena bencana itu adalah lingkungan orang tidak mampu maka masyarakat sekitar tidak mampu untuk membeli air bersih jadi mereka menggunakan air keruh untuk kebutuhan sehari-hari. Dengan menggunakan air keruh/kotor maka dengan cepat penularan bakteri maupun virus sehingga adanya bencana alam sangat identik dengan serangan penyakit terhadap masyarakat yang terkena bencana alam.
Masyarakat yang satu dengan yang lain dari segi ekonomi tidak seimbang maka tidak akan sama pula gaya hidup mereka. Misalnya saja orang yang kaya memiliki gaya hidup yang baik dengan memperhatikan makanan yang dimakan, lingkungan tempat tinggal dsb, dilihat dari gaya hidup ini maka dapat dilihat mereka akan jarang terserang penyakit. Sedang untuk orang/masyarkat yang kurang mampu gaya hidup mereka apa adanya, jangankan untuk menjaga makanan dengan empat sehat lima sempurna mereka bisa makan saja sudah beruntung, untuk tempat tinggal dapat mempertahankan hidup dengan makanan yang adanya saja sudah beruntung jadi dapat tidur nyenyak saja sudah cukup tanpa memperhatikan lingkungan/tempat tinggal. Dengan keadaan yang demikian maka tidak heran jika banyak mereka yang terserang penyakit.
Orang kaya pun tidak luput dari penyakit jika gaya hidupnya tidak baik hanya menikuti kepuasan individunya. Misalnya saja suka minum minuman keras mengkonsumsi obat-obatan terlarang atau untuk lebih mudahnya saja mereka senang memakan makanan cepat saji padahal di dalamnya banyak unsur yang tidak baik untuk kesehatan. Orang yang terlalu sibuk bekerja sehingga istirahatnya tidak teratur, untik memenuhi kebutuhan badannya mereka sering mengkonsumsi obat-obat untuk menambah stamina. Beberapa kegiatan yang mungkin kita lakukan seperti: berolah raga, tidur, merokok, minum, dll. Apabila kita mengembangkan kebiasaan yang bagus dari sejak awal, hal tersebut berpengaruh positif terhadap kesehatan tubuh. Sekali-kali atau dalam batas-batas tertentu untuk waktu yang lebih lama, kita bebas melakukan kebiasaan-kebiasaan harian. Namun, bagaimanapun juga sikap yang tidak berlebihan merupakan suatu keharusan agar benar-benar sehat. Tubuh kita memerlukan tidur, olah raga, dan rutinitas yang sehat dalam jumlah tertentu untuk mempertahankan kesejahteraannya.
Pelayanan kesehatan yang banyak jauh dari baik juga dapat mempengaruhi kesehatan manusia. Misalnya saja karena terkendala dana suatu puskesmas hanya memberi pelayanan apa adanya, padahal untuk mengobati orang yang sedang sakit harus bisa memberikan fasilitas kesehatan yang baik pula. Karena kepuasan individu dan sistem kebudayaan yang kurang baik maka pelayanan kesehatan juga kurang baik. Ada orang yang kurang mampu berobat kesuatu puskesmas karena adanya kedua faktor tersebut maka pelayannya kurang baik. Penderita tersebut hanya diberi obat yang tergolong murah saja karena dari segi finansial orang tersebut tidak mampu.
Faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan:
a. Konsumen yang mengharapkan nilai ekuivalen antara biaya yang dikeluarkan dan produk
atau jasa yang diterima;
b. Kualitas harus merefleksikan keseimbangan antara ekspektasi dan tangung jawab;
c. Pengukuran 3 (tiga) elemen sebagai gambaran kualitas pelayanan, yaitu:
(1) Elemen sistem yang terstruktur sebagai fondasi.
Case Studi: Rancangan Peraturan Daerah Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Swasta
Drh. Wiku Adisasmito, MSc, PhD 9
(2) Proses yang pasti dalam menyediakan pelayanan.
(3) Outcome proses pelayanan kesehatan harus dapat ditentukan dampaknya
untuk jangka panjang.
d. Outcome pelayanan;
e. Penentuan struktur, proses, dan outcome;
f. Akreditasi pemberi pelayanan kesehatan dapat memenuhi standar yang kompetitif dalam
kualitas dan nilai.
Menurut WHO, elemen kualitas meliputi:
a. Penerima pelayanan (pendidikan, sosio-ekonomi, rural atau urban)
b. Pemberi Pelayanan (sistem, organisasi, kultur, politisi, pelatihan)
c. Teknologi (efek samping, keamanan)
Faktor yang mempengaruhi sakit juga dapat timbul dari kepercayaan atau budaya, misalnya Berikut ini contoh persepsi masyarakat tentang penyakit malaria, yang saat ini masih ada di beberapa daerah pedesaan di Papua (Irian Jaya). Makanan pokok penduduk Papua adalah sagu yang tumbuh di daerah rawa-rawa. Selain rawa-rawa, tidak jauh dari mereka tinggal terdapat hutan lebat. Penduduk desa tersebut beranggapan bahwa hutan itu milik penguasa gaib yang dapat menghukum setiap orang yang melanggar ketentuannya. Pelanggaran dapat berupa menebang, membabat hutan untuk tanah pertanian, dan lain-lain akan diganjar hukuman berupa penyakit dengan gejala demam tinggi, menggigil, dan muntah. Penyakit tersebut dapat sembuh dengan cara minta ampun kepada penguasa hutan, kemudian memetik daun dari pohon tertentu, dibuat ramuan untuk di minum dan dioleskan ke seluruh tubuh penderita. Dalam beberapa hari penderita akan sembuh. Pada sebagian penduduk Pulau Jawa, dulu penderita demam sangat tinggi diobati dengan cara menyiram air di malam hari. Air yang telah diberi ramuan dan jampi-jampi oleh dukun dan pemuka masyarakat yang disegani digunakan sebagai obat malaria. Sudah dapat dilihat jelas proses penyembuhan itu kurang baik atau bahkan dapat membahayakan bagi kesehatan si penderita.
Sebagian besar dari seluruh penduduk dunia merupakan petani, buruh tani dan orang yang sebagian pendapatannya berasal dari bercocok tanam. Karena kebutuhan akan laha besar. Petani Indonesia, di luar sektor perkebunan, ialah petani kecil dengan luas lahan yang sempit. Rata-rata luas lahan kurang dari 0,5 hektar tiap petani. Karena pertumbuhan jumlah penduduk petani bertambamakin kecil. Makin banyak pula petani yang tidak mempunyai lahan Keadaan ini menyebabkan meningkatnya tekanan penduduk terhadap lahan. Kebutuhan sandang pangan meningkat sedang lahan untuk menghasilkan itu semua semakin sedikit karena pertumbuhan penduduk/populasi yang besar sehingga harga bahan kebutuhan pokok meninggkat membuat para masyarakat kurang mampu semakin mereka semakin tidak sehat pola hidupnya.
Masalah lain yang kita hadapi sebagai akibat bertambahnya penduduk ialah kebutuhan akan rumah yang sehat, saat ini banyak rumah yang besarnya hanya beberapa meter persegi saja, tingginya satu meter, terbuat dari plastik dan menempel pada tembok halaman orang Ada pula yang penduduk bermukim di bawahjembatan. Tempat pemukiman yang demikian tentulah tidak manusiawi. Rumah itu tidak mempunyai jamban, sumber air bersih dan tempat pembuangan sampah. Kebiasaan di desa untuk membuang air besar di mana- mana dilakukan pula di sini. Tetapi daurulang sampah jarang dilakukan di kota. Akibatnya sampah atau limbah lingkungan meningkat volumenya. Pelayanan sanitasi di banyak kota tidak bertambah, atau bahkan menurun karena adanya kerusakan saluran pembuangan. Misalnya di kebanyakan kota saluran pembuangan jumlahnya tidak bertambah. Yang ada itu pun sebagian mengalami kerusakan. Sumber air yang tercemar limbah menyebabkan epidemi penyakit yang ditularkan oleh hewan juga mudah terjadi, misalnya demam berdarah yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Jarak terbang nyamuk ini tidak jauh. Tetapi, bila kepadatan penduduknya tinggi, di dalam radius terbangnya nyamuk itu akan menemukan banyak orang yang dapat digigitnya. Selain itu kebiasaan untuk membuang sampah di mana-mana, antara lain kaleng bekas yang berisi air setelah hujan, telah menciptakan banyaK tempat untuk berkembang-biaknya nyamuk ini. Dengan naiknya kepadatanpenduduk berarti jumlah orang per satuan luas bertambah.Karena itu jumlah produksi limbah per satuan luas jg bertambah. Dapat pula dikatakan di daerah dengan kepadatan penduduk yang tinggi, terjadi konsentrasi produksi limbah.Pencemaran limbah domestik mempunyai banyak akibat buruk. Yang paling ringan ialah menurunnya keindahan lingkungan. Penurunan keindahan itu sering diikuti oleh bau busuk. Penurunan keindahan itu akan mengganggu peruntukan sumberdaya untuk pariwisata.



Daftar Rujukan

1.Konsep Sehat, Sakit dan Penyakit
dalam Konteks Sosial Budaya
Sunanti Z. Soejoeti
Pusat Penelitian Ekologi Kesehatan, Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan
Departemen Kesehatan RI, Jakarta

2.Kesehatan Lingkungan
Dr. Irwin Aras
IKM/IKK FK-UNHAS

3.Pengaruh Kepadatan Populasi Manusia Terhadap Lingkungan
Novi Andriani
Ps : p. Biologi (reguler)

4.Rancangan peraturan daerah tentang penyelenggaraan pelayanan kesehatan swasta
Drh. Wiku adisasmito, MSc, PhD
Fakultas kesehatan masyarakat
Universitas indonesia

Kamis, 18 Maret 2010

KONSEP SEHAT SAKIT

Pada masa lalu, sebagian besar individu dan masyarakat memandang sehat dan sakit sebagai sesuatu Hitam atau Putih. Dimana kesehatan merupakan kondisi kebalikan dari penyakit atau kondisi yang terbebas dari penyakit. Anggapan atau sikap yang sederhana ini tentu dapat diterapkan dengan mudah; akan tetapi mengabaikan adanya rentang sehat-sakit.

Saat ini sehat dipandang dengan perspektif yang lebih luas. Luasnya aspek itu meliputi rasa memiliki kekua­saan, hubungan kasih sayang, semangat hidup, jaringan dukungan sosial yang kuat, rasa berarti dalam hidup, atau tingkat kemandirian tertentu (Haber, 1994).

Sehat merupakan sebuah keadaan yang tidak hanya terbebas dari penyakit akan tetapi juga meliputi seluruh aspek kehidupan manusia yang meliputi aspek fisik, emosi, sosial dan spiritual.

Menurut WHO (1947) Sehat itu sendiri dapat diartikan bahwa suatu keadaan yang sempurna baik secara fisik, mental dan sosial serta tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan (WHO, 1947).

Definisi WHO tentang sehat mempunyui karakteristik berikut yang dapat meningkatkan konsep sehat yang po­sitif (Edelman dan Mandle. 1994):

1. Memperhatikan individu sebagai sebuah sistem yang menyeluruh.

2. Memandang sehat dengan mengidentifikasi ling­kungan internal dan eksternal.

3. Penghargaan terhadap pentingnya peran individu dalam hidup.

UU No.23,1992 tentang Kesehatan menyatakan bahwa: Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Dalam pengertian ini maka kesehatan harus dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh terdiri dari unsur-unsur fisik, mental dan sosial dan di dalamnya kesehatan jiwa merupakan bagian integral kesehatan.

Dalam pengertian yang paling luas sehat merupakan suatu keadaan yang dinamis dimana individu menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan lingkungan internal (psikologis, intelektua, spiritual dan penyakit) dan eksternal (lingkungan fisik, social, dan ekonomi) dalam mempertahankan kesehatannya.


Teori model yang terkait dengan konsep sehat sakit

1. Model Rentang Sehat-Sakit (Neuman)

Menurut Neuman (1990): ”sehat dalam suatu rentang merupakan tingkat kesejahteraan klien pada waktu tertentu , yang terdapat dalam rentang dan kondisi sejahtera yang optimal , dengan energi yang paling maksimum, sampai kondisi kematian yang menandakan habisnya energi total”

Jadi menurut model ini sehat adalah keadaan dinamis yang berubah secara terus menerus sesuai dengan adaptasi individu terhadap berbagai perubahan pada lingkungan internal dan eksternalnya untuk mempertahankan keadaan fisik, emosional, inteletual, sosial, perkembangan, dan spiritual yang sehat.

Sedangkan Sakit merupakan proses dimana fungsi individu dalam satu atau lebih dimensi yang ada mengalami perubahan atau penurunan bila dibandingkan dengan kondisi individu sebelumnya.

Karena sehat dan sakit merupakan kualitas yang relatif dan mempunyai tingkatan sehingga akan lebih akurat jika ditentukan seseuai titik-titik tertentu pada skala Rentang Sehat-Sakit.

Kematian

Prematur

Kesejahteraan, Tingkat Tinggi

Model Tindakan

Model sejahtera

Ketidakmampuan

Gejala

Tanda

Kesadaran

pendidikan

Pertumbuhan


Dengan model ini perawat dapat menentukan tingkat kesehatan klien sesuai dengan rentang sehat-sakitnya. Sehingga faktor resiko klien yang merupakan merupakan faktor yang penting untuk diperhatikan dalam mengidentifikasi tingkat kesehatan klien. Faktor-faktor resiko itu meliputi variabel genetik dan psikologis.

Kekurangan dari model ini adalah sulitnya menentukan tingkat kesehatan klien sesuai dengan titik tertentu yang ada diantara dua titik ekstrim pada rentang itu (Kesejahteraan Tingkat Tinggi – Kematian). Misalnya: apakah seseorang yang mengalami fraktur kaki tapi ia mampu melakukan adaptasi dengan keterbatasan mobilitas, dianggap kurang sehat atau lebih sehat dibandingkan dengan orang yang mempunyai fisik sehat tapi mengalami depresi berat setelah kematian pasangannya.

Model ini efektif jika digunakan untuk membandingkan tingkat kesejahteraan saat ini dengan tingkat kesehatan sebelumnya. Sehingga bermanfaat bagi perawat dalam menentukan tujuan pencapaian tingkat kesehatan yang lebih baik dimasa yang akan datang.

2. Model Kesejahteraan Tingkat Tinggi (Dunn)

Model yang dikembangkan oleh Dunn (1977) ini berorientasi pada cara memaksimalkan potensi sehat pada individu melalui perubahan perilaku.

Pada pendekatn model ini perawat melakukan intervnsi keperawatan yang dapat membantu klien mengubah perilaku tertentu yang mengandung resiko tinggi terhadap kesehatan

Model ini berhasil diterapkan untuk perawatan lansia, dan juga digunakan dalam keperawatan keluarga maupun komunitas.


3. Model Agen-Pejamu-Lingkungan(Leavell at all.)

Menurut pendekatan model ini tingkat sehat dan sakit individu atau kelompok ditentukan oleh hubungan dinamis antara Agen, Pejamu, dan Lingkungan

Pejamu

Lingkungan

Agen

Agen :Berbagai faktor internal-eksternal yang dengan atau tanpanya dapat menyebabkan terjadinya penyakit atau sakit. Agen ini bisa bersifat biologis, kimia, fisik, mekanis, atau psikososial.

à jadi Agen ini bisa berupa yang merugikan kesehatan (bakteri, stress) atau yang meningkatkan kesehatan (nutrisi, dll).

Pejamu: Sesorang atau sekelompok orang yang rentan terhadap penyakit/sakit tertentu.

Faktor pejamu antara lain: situasi atau kondisi fisik dan psikososoial yang menyebabkan seseorang yang beresiko menjadi sakit.

Misalnya: Riwayat keluarga, usia, gaya hidup dll.

Lingkungan: seluruh faktor yang ada diluar pejamu.

· Lingkungan fisik: tingkat ekonomi, iklim, kondisi tempat tinggal, penerangan, kebisingan

· Lingkungan sosial: Hal-hal yang berkaitan dengan interaksi sosial, misalnys: stress, konflik, kesulitan ekonomi, krisis hidup.

Model ini menyatakan bahwa sehat dan sakit ditentukan oleh interaksi yang dinamis dari ketiga variabel tersebut. Menurut Berne et al (1990) respon dapat meningkatkan kesehatan atau yang dapat merusak kesehatan berasal dari interaksi antara seseorang atau sekelompok orang dengan lingkungannya.

Selain dalam keperawatan komunitas model ini juga dikembangkan dalam teori umum tentang berbagai penyebab penyakit.

4. Model Keyakinan-Kesehatan

Model Keyakinan-Kesehatan menurut Rosenstoch (1974) dan Becker dan Maiman (1975) menyatakan hubungan antara keyakinan seseorang dengan perilaku yang ditampilkan.

Model ini memberikan cara bagaimana klien akan berprilaku sehubungan dengan kesehatan mereka dan bagaimana mereka mematuhi terapi kesehatan yang diberikan.

Terdapat tiga komponen dari model Keyakinan-Kesehatan antara lain:

a. Persepsi Individu tentang kerentanan dirinya terhadap suatu penyakit.

Misal: seorang klien perlu mengenal adanya pernyakit koroner melalui riwayat keluarganya, apalagi kemudian ada keluarganya yang meninggal maka klien mungkin merasakan resiko mengalami penyakit jantung.

b. Persepsi Individu terhadap keseriusan penyakit tertentu.

Dipengaruhi oleh variabel demografi dan sosiopsikologis, perasaan terancam oleh penyakit, anjuran untuk bertindak (misal: kampanye media massa, anjuran keluarga atau dokter dll)

c. Persepsi Individu tentang manfaat yang diperoleh dari tindakan yang diambil.

Seseorang mungkin mengambil tindakan preventif, dengan mengubah gaya hidup, meningkatkan kepatuhan terhadap terapi medis, atau mencari pengobatan medis.

Model ini membantu perawat memahami berbagai faktor yang dapat mempengaruhi persepsi, keyakinan, dan perilaku klien, serta membantu perawat membuat rencana perawatan yang paling efektif untuk membantu klien, memelihara dan mengembalikan kesehatan serta mencegah terjadiny penyakit.

Persepsi Individual

Faktor-Faktor Modifikasi

Tindakan Yang Mungkin

Variabel Demografik

Variabel Sosiofisiologis

KEUNTUNGAN tind Prev

BARIER thd tindakan

Kemungkinan Untuk

BERTINDAK

ANCAMAN

Yang dirasakan

KERENTANAN

Yang dirasakan

KESERIUSAN

Yang dirasakan

PETUNJUK

Untuk bertindak

· Kampanye media

· Saran Dokter

· Penyakit keluatga


5. Model Peningkatan-Kesehatan (Pender)

Dikemukakan oleh Pender (1982,1993,1996) yang dibuat untuk menjadi sebuah model yang menyeimbangkan dengan model perlindungan kesehatan.

Fokus dari model ini adalah menjelaskan alasan keterlibatan klien dalam aktivitas kesehatan (kognitif-persepsi dan faktor pengubah).

Faktor Kognisi-Persepsi

Faktor Pengubah

Partisipasi dlm Perilaku Kesehatan

· Kepentingan kesehatan

· Kontrol kesehatan y dirasakan

· Kesembuhan y dirasakan

· Definisi kesehatan

· Status kesehatan y dirasakan

· Keuntungan perilaku peningkatan kesehatan

· Barier terhadap perilaku peningkatan-kesehatan y dirasakan

· Karakteristik Demografik

· Karakteristik Biologik

· Pengaruh Interpersonal

· Faktor Situasional

· Faktor perilaku

Kemungkinan memiliki perilaku peningkatan-kesehatan


Berdasarkan gambar diatas Model ini dapat:

o Mengidentifikasi berbagai faktor (demografik, sosial) yang dapat meningkatkan atau menurunkan partisifasi untuk meningkatkan kesehatan.

o Mengatur berbagai tanda kedalam sebuah pola untuk menjelaskan kemungkinan munculnya partsisipasi klien dalam perilaku peningkatan kesehatan.

SAKIT DAN PERILAKU SAKIT

Sakit adalah keadaan dimana fisik, emosional, intelektual, sosial, perkembangan, atau seseorang berkurang atau terganggu, bukan hanya keadaan terjadinya proses penyakit.

Oleh karena itu sakit tidak sama dengan penyakit. Sebagai contoh klien dengan Leukemia yang sedang menjalani pengobatan mungkin akan mampu berfungsi seperti biasanya, sedangkan klien lain dengan kanker payudara yang sedang mempersiapkan diri untuk menjalanaio operasi mungkin akan merasakan akibatnya pada dimensi lain, selain dimensi fisik.

Perilaku sakit merupakan perilaku orang sakit yang meliputi: cara seseorang memantau tubuhnya; mendefinisikan dan menginterpretasikan gejala yang dialami; melakukan upaya penyembuhan; dan penggunaan sistem pelayanan kesehatan.

Seorang individu yang merasa dirinya sedang sakit perilaku sakit bisa berfungsi sebagai mekanisme koping.

TAHAP-TAHAP PERILAKU SAKIT

Tahap I (Mengalami Gejala)

o Pada tahap ini pasien menyadari bahwa ”ada sesuatu yang salah ”

o Mereka mengenali sensasi atau keterbatasan fungsi fisik tetapi belum menduga adanya diagnosa tertentu.

o Persepsi individu terhadap suatu gejala meliputi: (a) kesadaran terhadap perubahan fisik (nyeri, benjolan, dll); (b) evaluasi terhadap perubahan yang terjadi dan memutuskan apakah hal tersebut merupakan suatu gejala penyakit; (c) respon emosional.

o Jika gejala itu dianggap merupakan suatu gejal penyakit dan dapat mengancam kehidupannya maka ia akan segera mencari pertolongan.

Tahap II (Asumsi Tentang Peran Sakit)

o Terjadi jika gejala menetap atau semakin berat

o Orang yang sakit akan melakukan konfirmasi kepada keluarga, orang terdekat atau kelompok sosialnya bahwa ia benar-benar sakit sehingga harus diistirahatkan dari kewajiban normalnya dan dari harapan terhadap perannya.

o Menimbulkan perubahan emosional spt : menarik diri/depresi, dan juga perubahan fisik. Perubahan emosional yang terjadi bisa kompleks atau sederhana tergantung beratnya penyakit, tingkat ketidakmampuan, dan perkiraan lama sakit.

o Seseorang awalnya menyangkal pentingnya intervensi dari pelayanan kesehatan, sehingga ia menunda kontak dengan sistem pelayanan kesehatan à akan tetapi jika gejala itu menetap dan semakin memberat maka ia akan segera melakukan kontak dengan sistem pelayanan kesehatan dan berubah menjadi seorang klien.

Tahap III (Kontak dengan Pelayanan Kesehatan)

o Pada tahap ini klien mencari kepastian penyakit dan pengobatan dari seorang ahli, mencari penjelasan mengenai gejala yang dirasakan, penyebab penyakit, dan implikasi penyakit terhadap kesehatan dimasa yang akan datang

o Profesi kesehatan mungkin akan menentukan bahwa mereka tidak menderita suatu penyakit atau justru menyatakan jika mereka menderita penyakit yang bisa mengancam kehidupannya. à klien bisa menerima atau menyangkal diagnosa tersebut.

o Bila klien menerima diagnosa mereka akan mematuhi rencan pengobatan yang telah ditentukan, akan tetapi jika menyangkal mereka mungkin akan mencari sistem pelayanan kesehatan lain, atau berkonsultasi dengan beberapa pemberi pelayanan kesehatan lain sampai mereka menemukan orang yang membuat diagnosa sesuai dengan keinginannya atau sampai mereka menerima diagnosa awal yang telah ditetapkan.

o Klien yang merasa sakit, tapi dinyatakan sehat oleh profesi kesehatan, mungkin ia akan mengunjungi profesi kesehatan lain sampai ia memperoleh diagnosa yang diinginkan

o Klien yang sejak awal didiagnosa penyakit tertentu, terutama yang mengancam kelangsungan hidup, ia akan mencari profesi kesehatan lain untuk meyakinkan bahwa kesehatan atau kehidupan mereka tidak terancam. Misalnya: klien yang didiagnosa mengidap kanker, maka ia akan mengunjungi beberapa dokter sebagai usaha klien menghindari diagnosa yang sebenarnya.

Tahap IV (Peran Klien Dependen)

o Pada tahap ini klien menerima keadaan sakitnya, sehingga klien bergantung pada pada pemberi pelayanan kesehatan untuk menghilangkan gejala yang ada.

o Klien menerima perawatan, simpati, atau perlindungan dari berbagai tuntutan dan stress hidupnya.

o Secara sosial klien diperbolehkan untuk bebas dari kewajiban dan tugas normalnya à semakin parah sakitnya, semakin bebas.

o Pada tahap ini klien juga harus menyesuaikanny dengan perubahan jadwal sehari-hari. Perubahan ini jelas akan mempengaruhi peran klien di tempat ia bekerja, rumah maupun masyarakat.

Tahap V (Pemulihan dan Rehabilitasi)

o Merupakan tahap akhir dari perilaku sakit, dan dapat terjadi secara tiba-tiba, misalnya penurunan demam.

o Penyembuhan yang tidak cepat, menyebabkan seorang klien butuh perawatan lebih lama sebelum kembali ke fungsi optimal, misalnya pada penyakit kronis.

Tidak semua klien melewati tahapan yang ada, dan tidak setiap klien melewatinya dengan kecepatan atau dengan sikap yang sama. Pemahaman terhadap tahapan perilaku sakit akan membantu perawat dalam mengidentifikasi perubahan-perubahan perilaku sakit klien dan bersama-sama klien membuat rencana perawatan yang efektif

Kepustakaan

Potter, Patricia, 2005, Buku Ajar Fundamental Keperawatan : konsep, proses, dan praktek/Patricia A. Potter, Anne Griffin Perry; Alih Bahasa, Yasmin Asih et al. Editor edisi Bahasa indonesia, Devi Yulianti, Monica Ester. – Ed.4. – Jakarta ; EGC, 2005